-->

Senin, 24 Oktober 2011

MAKALAH IBD 2

PERAN KEBUDAYAAN DALAM MEMBENTUK KEPRIBADIAN

KATA PENGANTAR


Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas berkat, rahmat dan hidayah-Nya, penulisan makalah Ilmu Budaya Dasar mengenai Peran Kebudayaan dalam Membentuk Kepribadian ini dapat diselesaikan pada waktunya. Makalah ini dibuat dengan maksud untuk membagi wawasan sekaligus mengingatkan kembali masyarakat akan pentingnya kebudayaan warisan para leluhur sebelumnya namun tetap harus menjaga persatuan Republik Indonesia.

Telah selesainnya penulisan makalah ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini saya ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :

1.        Ibu Dr. Ir. Rakhma Oktavina, M.T., sebagai Kepala Jurusan Teknik Industri Universitas Gunadarma.
2.      Bapak Muhammad Burhan Amin selaku dosen mata kuliah Ilmu Budaya Dasar.
3.      Kedua orang tua tercinta serta adik dan kakak, yang telah memberikan bimbingan, dukungan dan semangat, serta doa, sehingga saya mampu menyelesaikan penulisan makalah ini.
4.      Rekan-rekan yang berada di lingkungan 1 ID06 yang membantu secara moril dan materil.
5.      Seluruh pihak yang telah sangat membantu yang tidak dapat disebutkan satu-persatu.
Saya menyadari bahwa penulisan makalah ini mungkin masih jauh dari sempurna, untuk itu saya mohon maaf atas segala kesalahan serta kekurangan. Saya mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kemajuan kita bersama.
Akhir kata saya berharap semoga penulisan makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membacanya.
                                                                                    Bekasi, November  2011
Lailatul Hudairiah

BAB I
PENDAHULUAN

I.A       Latar Belakang
            Indonesia, suatu bentuk Negara Republik dengan keanekaragaman budaya dan bahasa yang berkiblat kepada pedoman Bhineka Tunggal Ika yang berarti walaupun berbeda namun tetap satu jua. Namun didalam prakteknya yang sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari masih Nampak banyak sekali batasan-batasan yang seperti penghalang antara individu ataupun kelompok yang satu dengan yang lainnya. Hal ini tentu bisa menjadi boomerang bagi keutuhan Republik Indonesia.
            Sebagai contoh kecil dapat dilihat dari kebudayaan Suku Madura dan Suku Jawa yang sangat terlihat perbedaan kepribadiannya.
Orang-orang Suku Madura pada umumnya adalah orang yang suka merantau karena keadaan wilayahnya tidak baik untuk bertani. Orang Madura senang berdagang dan dominan di pasar-pasar. Selain itu banyak yang menjadi nelayan, buruh, pengumpul besi tua dan barang-barang rongsokan lainnya. Orang suku Madura terkenal dengan gaya bicaranya yang blak-blakan serata sifatnya yang keras dan mudah tersinggung, tetapi mereka juga dikenal hemat, disiplin dan rajin bekerja. Untuk naik haji, orang Madura sekalipun miskin pasti menyisihkan sedikit penghasilannya untuk simpanan naik haji. Selain itu orang Madura juga dikenal mempunyai tradisi Islam yang kuat, sekalipun kadang mereka melakukan ritual Pethik Laut atau Rokat Tasse (sama dengan Larung Sesaji). Harga diri juga paling penting dalam kehidupan orang Madura, mereka memiliki sebuah peribahasa “Lebhi Bagus Pote Tollang, atembang Pote Mata”. Artinya, lebih baik mati daripada malu.
            Lain halnya dengan Orang-orang suku Jawa, Dalam kesehariannya mereka lebih banyak menggunakan Bahasa Jawa. Bahasa Jawa memiliki aturan perbedaan kosa kata dan intonasi berdasarkan hubungan antara pembicara dan lawan bicara, yang dikenal dengan unggah-ungguh. Aspek kebahasaan ini memiliki pengaruh sosial yang kuat dalam budaya Jawa, dan membuat orang Jawa biasanya sangat sadar akan status sosialnya di masyarakat.
Orang Jawa sebagian besar secara nominal menganut agama Islam. Tetapi yang menganut agama Protestan dan Katolik juga banyak. Mereka juga terdapat di daerah pedesaan. Penganut agama Buddha dan Hindu juga ditemukan pula di antara masyarakat Jawa. Ada pula agama kepercayaan suku Jawa yang disebut sebagai agama Kejawen. Kepercayaan ini terutama berdasarkan kepercayaan animisme dengan pengaruh Hindu-Buddha yang kuat. Masyarakat Jawa terkenal akan sifat sinkretisme kepercayaannya. Semua budaya luar diserap dan ditafsirkan menurut nilai-nilai Jawa sehingga kepercayaan seseorang kadangkala menjadi kabur.
Di Indonesia, orang Jawa bisa ditemukan dalam segala bidang, terutama sebagai Pegawai Negeri Sipil dan Militer. Orang Jawa tidak menonjol dalam bidang Bisnis dan Industri. Orang Jawa juga banyak yang bekerja sebagai buruh kasar dan tenaga kerja Indonesia sebagai pembantu rumah tangga dan buruh di hutan-hutan di luar negeri yang mencapai hampir 6 juta orang.
Masyarakat Jawa juga terkenal akan pembagian golongan-golongan sosialnya. Pakar antropologi Amerika yang ternama, Clifford Geertz, pada tahun 1960-an membagi masyarakat Jawa menjadi tiga kelompok: kaum santri, abangan dan priyayi. Menurutnya kaum santri adalah penganut agama Islam yang taat, kaum abangan adalah penganut Islam secara nominal atau penganut Kejawen, sedangkan kaum Priyayi adalah kaum bangsawan. Tetapi dewasa ini pendapat Geertz banyak ditentang karena ia mencampur golongan sosial dengan golongan kepercayaan. Kategorisasi sosial ini juga sulit diterapkan dalam menggolongkan orang-orang luar, misalkan orang Indonesia lainnya dan suku bangsa non-pribumi seperti orang keturunan Arab, Tionghoa, dan In
Orang Jawa terkenal dengan budaya seninya yang terutama dipengaruhi oleh agama Hindu-Buddha, yaitu pementasan wayang. Repertoar cerita wayang atau lakon sebagian besar berdasarkan wiracarita Ramayana dan Mahabharata. Tetapi pengaruh Islam dan Dunia Barat ada pula
Orang Jawa memiliki stereotipe sebagai sukubangsa yang sopan dan halus.[1] Tetapi mereka juga terkenal sebagai sukubangsa yang tertutup dan tidak mau terus terang. Sifat ini konon berdasarkan watak orang Jawa yang ingin menjaga harmoni atau keserasian dan menghindari konflik, karena itulah mereka cenderung untuk diam dan tidak membantah apabila terjadi perbedaan pendapat.
Namun, tidak semua orang Jawa memiliki sikap tertutup dan tidak mau berterus terang. Orang Jawa di daerah timur bantaran Sungai Brantas — khususnya Kota Surabaya, Kota dan Kabupaten Mojokerto, Kabupaten Gresik, Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Jombang, Kota dan Kabupaten Pasuruan, Kota Batu, Kota dan Kabupaten Malang — memiliki watak egaliter, lugas, terbuka, terus terang, apa adanya, dan tidak suka basa-basi.

I.B       TUJUAN
            Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
I.B.1    Mempelajari lebih dalam perbedaan kebudayaan pada tiap suku di Indonesia
I.B.2    Mengasah kemampuan penulisan ilmiah
I.B.3    Mengajak masyarakat Indonesia untuk mengenali suku budaya lebih dalam
I.B.4    Munumbuhkan rasa cinta terhadap budaya Indonesia
I.B.5    Meluruskan pandangan masyarakat akan pentingnya menjaga persatuan Indonesia di tengah keanekaragaman suku dan budaya.
                          
I.C       SASARAN
            Penulisan makalah ini ditujukan kepada seluruh lapisan masyarakat yang mayoritas aktif mengakses internet karena makalah ini saya unggah ke website blog saya http://lailatulhudairiah.blogspot.com agar tidak ada alasan keterbatasan waktu dan tempat untuk mempelajari hal-hal penting mengenai budaya Indonesia dan tidak lagi merasa bahwa perbedaan suku dan budaya menjadi suatu batas, penghalang atau bahkan boomerang.
           
BAB II
ANALISIS SWOT

II.A     STRENGTH
II.A.1  Kekayaan akan keanekaragamn budaya Indonesia.
II.A.2  Pondasi yang kuat apabila terjadi hal buruk yang mengancam Indonesia.
II.A.3  Antara masyarakat satu dengan yang lainnya bisa saling bertukar wawasan.
II.A.4  Masyarakat selalu membuka hati dan memberi ruang pada keanekaragaman budaya.

II.B     WEAKNESS
II.B.1  Arus globalisasi kian kuat menjamah nilai-nilai kulturisasi.
II.B.2  Kelompok/perkumpulan suku membatasi pergaulan.
II.B.3  Penganut kebudayaan suku yang terlalu kental cenderung mengabaikan persatuan Indonesia.
II.B.4  Perbedaan social budaya memicu adanya konflik antar suku.

II.C     OPPORTUNITY
II.C.1  Pernikahan antar suku menyatukan perbedaan.
II.C.2  Mengajarkan arti penting persatuan Indonesia menjadi pelajaran utama di setiap kalangan masyarakat.
II.C.3  Gotong royong sebagai ciri Negara Indonesia disetiap saat menyatukan perbedaan
II.C.4  Upacara adat yang menarik membangkitkan cinta tanah air Indonesia.

II.D     THREATS
II.D.1  Menguatnya pengaruh globalisasi pada arah kecintaan masyarakat terhadap budaya Indonesia.
II.D.2  Garis batas perbedaan kebudayaan mengancam keutuhan persatuan Indonesia.
II.D.3  Sejarah masing-masing suku cenderung meninggikan sukunya sendiri.
II.D.4  Pengelompokkan masyarakat dan penilaian miring tentang kebudayaan suku lain.


BAB III
REKOMENDASI


III.A    Kelompok/perkumpulan suku membatasi pergaulan sangat meresahkan
III.B    ditambah lagi penganut kebudayaan suku yang terlalu kental cenderung mengabaikan persatuan Indonesia.
III.C    yang perlu ditingkatkan adalah menekankan gotong royong sebagai ciri Negara Indonesia disetiap saat menyatukan perbedaan
III.D    Sehingga pengelompokkan masyarakat dan penilaian miring tentang kebudayaan suku lain dapat dinetralkan.


BAB IV
REFERENSI


IV.1     Ainun, Emha (2007). Folklore Madura. Madura: Progress.
IV.2     Santosa, Iman Budhi (2010). Nasihat Hidup Orang Jawa. Yogyakarta: Diva Press
IV.3     Mcenter (2007). Semua Tentang Madura-Madura Indonesia Mandiri. From http://maduracenter.wordpress.com/2007/07/14/suku-madura/, 24 Oktober 2011
IV.4     Kazenov (2010). Suku Jawa.  From http://sosbud.kompasiana.com/2010/03/10/suku-jawa/, 24 Oktober 2011.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar